Analisis Peraturan Menteri No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 Tentang Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi
(Representasi Kebijakan yang Membingungkan Industri Telekomunikasi)
Oleh : Dzulfikar Abdullah M.
Kenyataan bahwa pembangunan nasional di negeri ini tidak diarahkan pada orientasi yang benar (pemecahan masalah dasar yang dihadapi yaitu masalah korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah) tetapi diarahkan kepada perebutan kekuasaan antara pihak eksekutif dan pihak-pihak lain, sehingga pembangunan di negeri ini berjalan di tempat (Wahid, 2008). Hal ini dapat dilihat dari Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang melarang semua operator nirkabel menggunakan menara dari perusahaan dengan investasi asing telah menyebabkan kebingungan investor. Menkominfo mengeluarkan Peraturan No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 yang melarang investasi asing di bisnis penyedia menara telekomunikasi. Dalam Pasal 5 peraturan tersebut dinyatakan, penyedia menara, pengelola menara atau kontraktor menara adalah badan usaha yang seluruh modalnya atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri.
Hal ini dapat difahami karena Sumber Daya Nasinal dirasa telah mampu dalam pendanaan/ investasi, pengadaan infrastruktur dan pengelolaan menara telekomunikasi. Tetapi Pemerintah seharusnya tidak membatasi investasi asing langsung dalam proyek-proyek infrastruktur karena sektor infrastruktur ini sangat penting dalam membuka lapangan pekerjaan dan menjadi pemicu utama pertumbuhan ekonomi yang membutuhkan investasi yang sangat besar. Di sisi lain, tidak adanya kejelasan mengenai iklim investasi bidang komunikasi ini sangat menekan perusahaan.
Menara sebenarnya hanya satu bagian kecil dari rentang produk di sektor telekomunikasi yang dinilai pemerintah masih minim mengadopsi produk lokal. Dengan permen itu, investasi asing dalam konstruksi menara ataupun keterlibatan pemodal asing menjadi tertutup. Sebagai solusinya, dipilih kebijakan menara bersama yang kemudian telah mendorong sejumlah operator gencar menjual menaranya sepanjang tahun ini. Sebagai contoh, PT Excelcomindo memproses penjualan 7.000 menaranya, diikuti PT Bakrie Telecom Tbk menawarkan 543 menara dan Mobile-8 Telecom serta PT Hutchison. PT Telkomsel dan PT Indosat Tbk juga tengah berusaha mempercepat proses penjualan menara mereka.
Di satu sisi, keterlibatan pemain lokal mulai dari kontaktor menara, pabrikan menara, pemasok mekanik dan elektrikal serta subkontraktor mempunyai kontribusi besar tidak saja dari sisi pekerjaan, tetapi juga dari sisi permodalan. Dengan sinergi maka peluang lokal mengambil alih pekerjaan di industri menara telekomunikasi ini cukup besar. Namun dalam perkembangannya nanti, Peraturan Menteri Nomor No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tidak mungkin menyelesaikan masalah secara cepat, tetapi akan menimbulkan implikasi baru. Pemerintah pada dasarnya belum dapat menjamin penerapan kebijakan Peraturan Menteri Nomor No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008, hal ini terlihat dari baru akan ditetapkannya peraturan ini per Maret 2010 (http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/teknologi-informasi/1id94998.html).
Tetapi apabila tujuan pelarangan investasi asing di bisnis penyedia menara telekomunikasi terlaksana akan meningkatkan iklim serta kepercayaan diri telekomunikasi dalam negeri. Hal ini mengakibatkan motivasi praktisi telekomunikasi dalam negeri untuk bergerak maju akan meningkat. Bukan tidak mungkin 30 tahun kedepan kita akan menjadi tuan di negeri sendiri pada bidang telekomunikasi (www.kr.co.id/web/detail.php?sid=148111&actmenu=46 - 46k). Apabila hal ini terjadi, maka rencana pemerintah menjadikan investasi menara dimiliki dan dikelola oleh investor Nasional akan membuahkan hasil. Ini akan membuat pemerintah terlihat dapat mengatasi dan menjaga stabilitas telekomunikasi dalam negeri. Hanya saja perlu adanya proteksi dari pemerintah pada tahap awal pelaksanaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar